Tiada Bacaan Dan Perkataan Yang Lebih Indah Dari Al Quran

Tiada Bacaan Dan Perkataan Yang Lebih Indah Dari Al Quran

Salah satu ciri mukjizat Al Quran adalah meluluhkan jiwa atau melunakkan hati. Tidak sedikit orang yang menyatakan beriman atas nama keagungan dan ketinggian mukjizat Al Quran. Berikut beberapa diantaranya:

“Dan apabila mereka mendengar apa yang diturunkan kepada Rosul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui.” [TQS Al Maidah:83]
Pengakuan sastrawan Quraiys Al Walid bin Mughiroh, tatkala mendengarkan ayat Al Quran dia berkata:

(Baca Juga: Hafal Al Quran 30 Juz Dalam Waktu 40 Hari? Insya Alloh Bisa! Mau Tahu Caranya?)

“Sungguh padanya ada kenikmatan,atasnya ada keindahan, akarnya menyejukkan, buahnya segar menggiurkan, sungguh kalimat yang tinggi, tak ada kata-kata yang mampu menandingi, dan pastilah kalah apapun yang menyaingi”
“Katakanlah (Muhammad), “Berimanlah kamu kepadanya (Al Quran) atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya, apabila (Al Quran) dibacakan kepada mereka, mereka menyungkurkan wajah, bersujud,” [TQS. Al-Isra’: 107]

“dan mereka berkata, “Mahasuci Tuhan Kami; sungguh, janji Tuhan Kami pasti dipenuhi.” [TQS. Al-Isra’: Ayat 108]

Berikut ini kesaksian para tokoh Quraish yang masuk Islam karena Al Quran, diantaranya :

Utsbah bin rabiah
Memeluk Islam dengan hati bulat setelah mendengar Nabi Saw. membaca sepenggal dari surat Fushilat. Saat ia kembali ke kelompoknya, kawan-kawan sejawatnya bertanya, “Ada apa utsbah, apa yang kau ketahui?”, Utsbah menjawab “demi Allah, aku belum pernah mendengar sebelumnya, tapi yang jelas yang ini bukanlah syair, sihir ataupun mantra. Demi Allah apa yang aku dengar itu adalah kalam suci yang sangat agung.”

Umar bin Khattab
membeberkan kesaksiannya, bahwa hatinya tergetar dan menangis usai mendengar surat Thaha yang dibaca oleh adik perempuan dan istrinya. Tak berfikir panjang Umar beranjak menemui Nabi Saw. dan menyatakan masuk islam.

Thufail bin Amr ad Dusi
memeluk Islam sesaat setelah mendengar bacaan Al Quran, dan merasa takjub dengan Al Quran, “Demi Allah, aku belum pernah mendengar kalimat-kalimat seindah itu sebelumnya, dan aku mengucapkan syahadat keislamanku”.

Jubair bin Math’am
Menuturkan bahwa hatinya bergetar hebat dan diliputi rasa takut saat mendengar Nabi Saw. membaca surat At Thur pada waktu shalat subuh, tatkala sampai pada ayat yang menerangkan tentang adzab, jubair takut dan menangis, lalu mendatangi Nabi Saw. dan menyatakan keislamannya.

Wallahu a’lam.

Mengagungkan dan Mengamalkan Al Quran Disetiap Waktu Kita

Mengagungkan dan Mengamalkan Al Quran Disetiap Waktu Kita

Banyak kaum muslim yang faham bahwa bulan Ramadhan adalah bulannya Al Quran. Tidak sedikit yang mengisi siang dan malamnya di bulan Ramadhan untuk membaca dan mempelajari Al Quran. Akan tetapi, tidak semuanya yang berupaya melanggengkan hal itu setelah bulan yang mulia tersebut berlalu. Padahal sudah semestinya seorang muslim mengagungkan dan mengamalkan seluruh kandungan Al Quran disetiap waktu kehidupan kita. Seperti apa penjelasannya?

Sebagian ulama berpendapat, Ramadhan adalah bulan agung (syahr ‘azhîm), bulan mulia (syahr ‘ali) dan bulan penuh berkah (syahr mubârak). Di antara keagungan, kemuliaan dan keberkahan bulan Ramadhan karena dalam bulan inilah Al Quran diturunkan (QS al-Baqarah [2]: 185), selain karena dalam bulan ini pula biasanya kaum Muslim lebih banyak lagi membaca dan mengkaji Al Quran.

Keagungan Al Quran
Keagungan Al Quran bukan hanya karena ia diturunkan pada bulan yang istimewa, yakni Ramadhan. Keagungan Al Quran tentu saja karena ia adalah kalamullah. Sebagai kalamullah, Al Quran adalah kitab yang tiada tandingannya. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Tidakkah kalian memperhatikan Al Quran? Seandainya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentu mereka bakal menjumpai banyak pertentangan di dalamnya.” (TQS an-Nisa’ [4]: 82).

Allah swt. pun berfirman (yang artinya): “Jika kalian tetap dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah saja yang serupa dengan Al Quran itu, dan ajaklah para penolong kalian selain Allah jika kalian memang orang-orang yang benar.” (TQS al-Baqarah [2]: 23).

Tidak aneh jika Baginda Rasulullah saw.. pun bersabda, ”Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah…” (HR Ahmad).

Keutamaan Membaca, Mengkaji dan Mengamalkan Al Quran
Baginda Rasulullah saw. bersabda, ”Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al Quran dan mengajarkannya.” (HR al-Bukhari).

Rasul saw. juga bersabda, ”Orang yang membaca Al Quran dan dia menguasainya akan bersama-sama para malaikat yang mulia dan baik. Adapun orang yang membaca Al Quran secara terbata-bata dan merasakan kesulitan akan mendapatkan dua pahala.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Rasul saw. pun bersabda, ”Tak ada iri kecuali terhadap dua orang: orang yang Allah beri Al Quran, lalu ia mengamalkannya siang-malam; orang yang Allah beri harta, kemudian ia menginfakkannya siang-malam.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dosa Mengabaikan Al Quran
Jika membaca, mengkaji dan mengamalkan Al Quran dianggap sebagai perbuatan mulia, maka mengabaikan Al Quran tentu merupakan perbuatan tercela. Allah SWT berfirman (yang artinya): Berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (TQS al-Furqan [25]: 30).

Rasulullah saw. mengadukan perilaku kaumnya yang menjadikan Al Quran sebagai mahjûr[an]. Mahjûr[an] merupakan bentuk maf’ûl, berasal dari al-hujr, yakni kata-kata keji dan kotor. Maksudnya, mereka mengucapkan kata-kata keji dan dusta terhadap Al Quran, seperti tuduhan Al Quran adalah sihir, syair, atau dongengan orang-orang terdahulu (QS al-Anfal [8]: 31). Bisa juga berasal dari al-hajr yakni at-tark (meninggalkan, mengabaikan, atau tidak memedulikan). Jadi, mahjûr[an] berarti matrûk[an] (yang ditinggalkan, diabaikan, atau tidak dipedulikan) (Lihat: at-Thabari, 9/385-386)

Banyak sikap dan perilaku yang oleh para ahli tafsir dikategori hajr al-Qur’ân (meninggalkan atau mengabaikan Al Quran). Di antaranya adalah menurut al-Qasimi (7/425) menolak untuk mengimani dan membenarkannya; tidak men-tadaburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya, kemudian berpaling pada lainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau pedoman hidup yang diambil dari selainnya; sikap tidak mau menyimak dan mendengarkan Al Quran; bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar Al Quran saat dibacakan, sebagaimana digambarkan Allah swt. (QS Fushshilat [41]: 26).

Al Quran Memberi Syafaat
Al Quran akan memberikan syafaat (pertolongan) pada Hari Kiamat nanti kepada orang yang biasa membaca, mengkaji dan mengamalkannya. Baginda Rasulullah saw. bersabda, ”Bacalah oleh kalian Al Quran karena ia akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafaat bagi orang yang membaca dan mengamalkannya.” (HR Muslim).

Rasulullah saw. bersabda, “Puasa dan Al Quran itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada Hari Kiamat nanti. Puasa akan berkata, ‘Tuhanku, aku telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat. Karena itu, perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya.’ Al Quran pun berkata, ‘Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karena itu, perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Lalu syafaat keduanya diperkenankan.” (HR Ahmad, al-Hakim dan ath-Thabrani).

Semoga kita yang saat ini gembar membaca Al Quran di bulan Ramadhan dan tetap mengagungkan dan mengamalkan kandungannya disetiap waktu, termasuk orang yang mendapatkan syafaat puasa dan Al Quran pada Hari Kiamat nanti. Amin.

Wa ma tawfiqi illah billah.

Utamaan Mana: Mengkhatamkan Al Quran Ataukah Menghafalnya?

Utamaan Mana: Mengkhatamkan Al Quran Ataukah Menghafalnya?

Pernahkah terbersit dalam benak Anda pertanyaan berikut: Lebih utamaan mana, mengkkhatamkan membaca Al Quran, ataukah menghafal beberapa surat/ayat dalam Al Quran? Mungkin artikel singkat ini bisa menjawab pertanyaan Anda tersebut:

Tidak diragukan lagi membaca Al Quran memiliki keutamaan besar dan pahala banyak. Membaca Al Quran menjadikan hati tenang dan hidup tenteram. Bacaan Al Quran mendatangkan keberkahan di dunia dan akhirat. Bahkan kedekatan kepada Al Quran menjadi bukti cinta seorang muslim kepada Allah swt., karena Al Quran adalah kalam-Nya.

Sebagian orang yang semangat membaca Al Quran berkeinginan menghafalkannya, agar ada ayat Al Quran yang bersemayam di dalam dadanya. Sering dalam perjalanannya, Ia bimbang mencari keutamaan antara meyelesaikan (mengkkhatamkan) bacaan Al Quran dari mushaf atau menghafalkannya.

Jika memungkinkan untuk menghafal Al Quran sambil juga mengkkhatamkan bacaan dari mushaf, maka itu yang terbaik. Ini lebih utama. Jika tidak mungkin, maka menghafalkan Al Quran lebih diutamakan daripada sebatas membacanya sampai khatam. Dasarnya, hadits yang menganjurkan untuk meghafalkan Al Quran, di antaranya:

(Baca Juga: Hafal Al Quran 30 Juz Dalam 40 Hari? Insya Alloh Bisa! Mau Tahu Caranya?)

“Kelak akan dikatakan kepada pemilik Al Quran: ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilkannya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Dishahihkan Syaikh Al Albani)

Maksud Shahib Al Quran (pemilik/pembaca Al Quran) dalam hadits ini adalah orang-orang yang menghafal Al Quran.

Syaikh Al Albani berkata tentang hadits ini, “Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan Shahib Al Quran (orang yang membaca Al Quran) di sini adalah orang yang menghafalkannya dari hati sanubari. Sebagaimana hal ini ditafsirkan berdasarkan sabda beliau saw. yang lain, ‘Suatu kaum akan dipimpin oleh orang yang paling menghafal Kitabullah (Al Quran).’ Yaitu yang paling hafal.” (Silsilah Shahihah no. 2440)

Kemudian beliau menjelaskan bahwa perbedaan derajat di surga sesuai dengan hafalannya, bukan semata memperbanyak membacanya di saat itu sebagaimana dipahami sebagian orang.

Dalam hadits ini terdapat bukti tentang keutamaan yang besar bagi penghafal Al Quran. Tetapi dengan syarat, menghafalnya untuk mencari keridhaan Allah swt., bukan untuk mendapat dunia, dirham ataupun dinar.

Keterangan di atas dikuatkan dengan penjelasan pengarang ‘Aun al-Ma’bud dalam menjelaskan hadits di atas, “disimpulkan dari hadits itu, tidak akan mendapatkan pahala yang besar ini kecuali oleh orang yang menghafalkan Al Quran, mantap mengamalkan dan membacanya sebagaimana mestinya.”

Dari sini nampak jelas bahwa menghafalkan Al Quran itu lebih utama daripada hanya membacanya melalui mushaf tanpa menghafalnya. Namun perlu diperhatikan, saat menghafal Al Quran tidak boleh melalaikan kewajiban mempelajari ilmu-ilmu lain yang lebih pokok seperti hukum-hukum dalam aqidah dan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan selainnya. Ilmu-ilmu ini lebih utama lagi untuk dipahami. Karena menghafal surat dalam Al Quran kecuali Al Fatihah hukumnya sunnah, sedangkan mempelajari pokok-pokok agama Islam hukumnya wajib.

Wallahu A’lam.

Oleh: Badrul Tamam

Ingin Bahagia Bersama Al Quran? Raihlah Dengan “Sengsara”!

Ingin Bahagia Bersama Al Quran? Raihlah Dengan “Sengsara”!

Meraih kebahagian bersama Al Quran harus dengan “sengsara”? Kenapa bisa demikian? Berikut kami sajikan penjelasan lebih lengkapnya disertai dengan 10 alasan:

Allah swt. berfirman: “Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah (sengsara).” (TQS. Thahaa: 2)
Ayat di atas pengertian secara implisitnya bahwa Al Quran diturunkan di muka bumi ini adalah agar manusia dapat meraih kebahagiaan.

Mengapa Allah swt. tidak menyebut langsung dengan ungkapan: “Kami turunkan Al Quran ini agar kamu bahagia.”?

Selain menunjukkan keindahan, kesantunan dan cita rasa yang sangat tinggi dari bahasa Al Quran. Ayat di atas mengandung makna yang sangat relevan dengan kenyataan kehidupan manusia yang telah mengenal Al Quran dan mencintai Al Quran.

Siapa saja yang ingin bahagia bersama Al Quran, maka dirinya harus siap untuk “sengsara” (mujahadah) dengan Al Quran.

“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.” (TQS. Al Insan: 24)

10 Langkah Meraih Bahagia Bersama Al Quran
Untuk dapat meraih bahagia bersama Al Quran, maka seorang Mukmin harus:

1. “Sengsara” secara mental dan fisik.
Dalam arti harus tahan dalam kondisi yang orang lain bisa jadi akan merasa sulit dan sengsara dalam menjalaninya. Karena bukan sesuatu yang ringan dan mudah menegakkan disiplin diri saat harus membacanya, menghafalnya, muroja’ah (mengulang hafalannya), mengkaji tafsir dan seterusnya. Yang mana semua bentuk interaksi tersebut harus dijalaninya dalam durasi waktu yang tidak sebentar dan harus bersifat terus-menerus alias ditetapkan sebagai agenda rutin disepanjang hidupnya.

Karenanya tentu Al Quran tidak akan menarik bagi mereka yang tidak memiliki kesiapan disiplin dan konsistensi diri dalam aktivitas diatas. Bahkan baginya merupakan sesuatu yang berat dan menyengsarakan. Sedangkan kebahagiaan bersama Al Quran akan sulit diraih oleh mereka yang minim perhatiannya terhadap Al Quran, termasuk mereka yang pelit waktu dalam interaksi dengan Al Quran.

Untuk menjadi Ahlul Quran harus ditempuh dengan harga yang mahal, butuh ketahanan mental dalam menjaga istiqomah diri saat berlama-lama bersama Al Quran, hingga ia menemukan kenikmatan yang tidak dapat digambarkan secara nyata tetapi dapat dirasakan dalam bentuk kepuasan ruhiyah yang tiada terkira. Inilah diantara buah kebahagiaan saat bersama Al Quran.

2. “Sengsara” karena secara otomatis harus siap melaksanakan semua Syariat Allah swt. .
Tanpa kesiapan melaksanakan Syariat Allah swt. seperti sholat 5 waktu, puasa, zakat dst, maka seseorang tidak akan mungkin dapat menikmati Al Quran.

3. “Sengsara” dalam menjaga diri dari maksiat.
Diantara perjuangan ruhiyah agar bisa dekat dan merasakan nikmatnya dalam berinteraksi dengan Al Quran adalah perjuangan lahir dan batin untuk menghindar dari segala maksiat, baik besar maupun maksiat yang kecil. Karena Al Quran tidak akan merespon pembacanya yang masih suka melakukan maksiat.

Hal ini harus selalu menjadi perhatian yang serius bagi para pemburu kebahagiaan bersama Al Quran – bersabar dari berbuat maksiat serta menjaga diri dari segala yang menyeret dirinya dalam kehinaan. Karena itu perlu membangun sistem yang mampu menjadi penjaga kesucian dirinya, diantaranya dengan melazimkan istighfar.

4. “Sengsara” dalam menegakkan Ibadah Malam.
Membangun kebiasaan diri untuk berjaga dimalam hari untuk dzikir dan ibadah kepada Allah swt. tentu merupakan suatu aktivitas yang sangat berat dan menyengsarakan. Hal diatas adalah suatu amal yang sangat dituntut bagi para pemburu kebahagiaan Al Quran.

Dan tentu tidak akan pernah menarik bahkan menyengsarakan bagi seseorang tidak mengenal Al Quran dan tidak mendambakan terjalinnya kedekatan dengan Al Quran, karena itu tidur banyak lebih ia sukai.

5. “Sengsara” dalam melaksanakan isinya.
Al Quran tidak akan memberikan hasil tadabbur dan inspirasi yang maksimal bagi mereka yang tidak memiliki kesiapan untuk mengamalkan isi dan kandungan (perintah serta larangan) yang ada di dalamnya.

(Baca Juga: Hafal Al Quran 30 Juz Dalam 40 Hari? Insya Alloh Bisa! Mau Tahu Caranya?)

6. “Sengsara” di dalam mendakwahkan dan memperjuangkan Al Quran.
Ketika seorang mencintai Al Quran maka Allah swt. akan memberikan ilham kepadanya untuk memiliki dorongan kuat untuk mendakwahkannya. Mendakwahkan baik isi kandungan Al Quran, mendakwahkan bagaimana cara membacanya sesuai dengan kaidah yang benar, ataupun mendakwahkannya dalam pengertian syi’ar yang lebih luas lagi, termasuk membelanya ketika ada yang mencelanya.

Upaya perjuangan diatas tentu akan diakrabi dengan berbagai rintangan dan kendala. Apalagi saat masyarakat masih sangat minim penerimaannya terhadap Al Quran baik secara ruhiyah, jasmaniyah maupun pemikirannya. Seseorang yang hidupnya tidak terlibat dalam memperjuangkan Al Quran, maka ia tidak akan pernah merasakan ruh Al Quran bersamanya.

7. “Sengsara” dalam mengajarkan Al Quran kepada umat.
Pada dasarnya tanpa diajarkan, maka manusia tidak akan merasakan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al Quran. Karena itu akan sulit jika diharapkan seseorang dengan serta merta siap menjadi pendukung dan pembela Al Quran. Disinilah peran utama yang harus difahami oleh para pencinta Al Quran saat harus terjun memberikan pengajaran kepada umat.

Tidak sebatas mengajarkan bagaimana cara membacanya saja, tetapi harus terus melakukan proses peningkatan menuju langkah-langkah bagaimana memahamkan umat sehingga terbangun secara sistematis rasa cintanya kepada Al Quran. Ketika rasa cinta terhadap Al Quran sudah tumbuh subur dihati seorang muslim, pada gilirannya akan mudah diharapkan untuk melaksanakan kandungan ajarannya.

8. “Sengsara” dalam istiqomah bersama Al Quran.
Tanpa niat untuk istiqomah bersama Al Quran, sulit seseorang mendapatkan kebahagiaan yang sempurna dari segala bentuk interaksinya dengan Al Quran. Kebahagiaan bersama Al Quran harus diraih dengan perjuangan yang mahal, yang berat, karena itu butuh kesungguhan dan tekad untuk istiqomah.

Istiqomah ini akan mudah dilihat saat sang pendamba kebahagiaan itu diuji keimanannya oleh Allah swt. Apakah ujian yang sifatnya duniawi maupun ujian yang sifatnya membutuhkan keteguhan jiwa dalam mempertahankan keselamatan dan kemuliaan akhirat, misalnya terkait ujian ibadah.

9. “Sengsara” dalam melaksanakan jihad yang merupakan salah satu perintah yang ada di dalam Al Quran.
Jihad merupakan perintah yang jelas yang telah disebutkan di dalam Al Quran. Untuk melaksanakan perintah jihad sesuai dengan konsep jihad yang dikehendaki Allah swt. bukanlah perkara yang mudah. Sedangkan para pecinta Al Quran harus siap melaksanakan perintah jihad sebagai bentuk kepatuhan dan ketundukkannya kepada Al Quran.

Adapun mengapa Allah swt. mensyari’atkan Jihad di dalam Al Quran? Karena tanpa jihad, umat Islam tidak akan mendapatkan kemuliannya. Inilah jawaban prinsip yang menjadi alasan perintah jihad.

10. “Sengsara dalam mengorbankan semua yang dicintainya untuk Allah swt..
Aslinya tabiat manusia adalah cinta terhadap harta dan enggan bersusah payah (dalam hal apa saja). Hal ini banyak dibahas oleh Al Quran. Kecintaan terhadap harta dan jiwa harus menjadi suatu kewasapadaan bagi para pencinta Al Quran jika ingin dirinya senantiasa meraih kebahagiaan bersama Al Quran. Karena cinta terhadap keduanya (harta dan jiwa) dapat mengikis bahkan memusnahkan rasa cintanya terhadap Al Quran.

Oleh karena itu perlu perjuangan jiwa dan raga untuk siap melakukan pengorbanan demi melaksanakan isi Al Quran secara seutuhnya. Jauhkan bisikan-bisikan cinta terhadap harta dunia serta siapkan raga untuk bermujahadah bersama Al Quran.

 

Demikianlah kiranya diantara rahasia mengapa Allah swt. ungkapkan dengan kata “sengsara” dalam ayat di atas.

Namun dari itu… Sungguh Allah swt. menafikan berbagai bentuk kesengsaraan tersebut di atas, karena hakikatnya Allah swt. tidak pernah menyengsarakan hamba-Nya.

Hal ini terbukti pada para pencinta Al Quran yang selalu menjaga kebersamaan dirinya dengan Al Quran. Mereka nyaris tidak merasakan kesengsaraan tersebut karena sudah tertutupi oleh dampak kebahagiaan yang langsung Alllah anugerahkan ke dalam hatinya baik di dunia ini dan yang akan disempurnakan-Nya di akhirat kelak.

Subhanallah…

Dalam ayat selanjutnya ayat ke-3 dari surat Thahaa: “melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),” (TQS. ThaHaa: 3)

Ayat di atas menegaskan fungsi Al Quran sebagai tadzkiroh (pengingat) bagi orang-orang yang betul-betul ingin mengenal Allah swt. sehingga di dalam jiwanya tumbuh rasa takut yang mendalam (khosy-yah).

Fungsi inilah yang akan menimbulkan efek bahagia, tentram dan senang serta cinta kepada Al Quran.

Khosy-yah kepada Allah swt. akan semakin hidup di hati seorang mukmin jika ia benar-benar mengenal Allah swt. dengan semua sifat-sifat-Nya dan Maha Kuasa-Nya.

Hal ini sebagaimana difirmankan-Nya dalam ayat selanjutnya, yakni ayat 4 sampai ayat 8 dari surat Thahaa: “diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi,”

“(yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy. Milik-Nyalah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada di antara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah. Dan jika engkau mengeraskan ucapanmu, sungguh, Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.”

Mari kita bersama Tancapkan di dalam hati niat dan tekad untuk menjadi Ahlul Quran. Para pencinta Al Quran yang bersungguh-sungguh menjaga kebersamaan lahir dan batinnya bersama Al Quran akan semakin mengenal Allah swt. Dengan mengenal-Nya akan kita temukan kebahagiaan sejati. Selamat berjuang menjadi Pencinta Al Quran.

Wallohu a’lam bishshowab.

Oleh: Ustadz Abdul Aziz Abdur Ro’uf.

Hukum, Keutamaan, dan Urgensi dari Menghafal Al Quran

Hukum, Keutamaan, dan Urgensi dari Menghafal Al Quran

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sahabat Quran yang mudah-mudahan dirohmati Alloh swt. Al Quran adalah kitab mulia yang diturunkan oleh Alloh swt. kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. sebagai petunjuk bagi umat manusia. Ianya adalah warisan yang agung dan sebaik-baik bekal bagi para penghafalnya. Lantas, apakah hukum, keutamaan, serta urgensi dari menghafal Al Quran? Berikut penjelasannya:

 

Hukum menghafal Al Quran
“Menghafal Al Quran adalah mustahab (sunnah)” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 89906). Namun yang rajih insya Allah, menghafal Al Quran adalah fardhu kifayah, wajib diantara kaum Muslimin ada yang menghafalkan Al Quran, jika tidak ada sama sekali maka mereka berdosa (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 17/325).

 

Keutamaan menghafal Al Quran
1. Penghafal Quran adalah Shahibul Quran
“ketahuilah, makna dari shahibul Quran adalah orang yang menghafalkannya di hati. berdasarkan sabda nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله

“Hendaknya yang mengimami sebuah kaum adalah yang paling aqra’ terhadap kitabullah.”

Maksudnya yang paling hafal. Maka derajat surga yang didapatkan seseorang itu tergantung pada banyak hafalan Al Qurannya di dunia, bukan pada banyak bacaannya, sebagaimana disangka oleh sebagian orang. Maka di sini kita ketahui keutamaan yang besar bagi pada penghafal Al Quran. Namun dengan syarat ia menghafalkan Al Quran untuk mengharap wajah Allah tabaaraka wa ta’ala, bukan untuk tujuan dunia atau harta” (Silsilah Ash Shahihah, 5/281).

2. Al Quran akan menjadi syafa’at bagi shahibul Quran
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه

“Bacalah Al Quran, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi shahibul Quran” (HR. Muslim 804)

3. Derajat di surga tergantung pada hafalan Quran
Semakin banyak hafalannya, akan semakin tinggi kedudukan yang didapatkan di surga kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يقال لصاحب القرآن اقرأ وارتقِ، ورتل كما كنت ترتل في الدنيا، فإن منزلك عند آخر آية تقرؤها

“Akan dikatakan kepada shahibul Quran (di akhirat) : bacalah dan naiklah, bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia. karena kedudukanmu tergantung pada ayat terakhir yang engkau baca” (HR. Abu Daud 2240)

4. Termasuk sebaik-baik manusia
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خيركم من تعلم القرآن وعلَّمه

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya” (HR. Al Bukhari 4639).

5. Allah mengangkat derajat shahibul Quran di dunia
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواماً ويضع به آخرين

“Sesungguhnya Allah mengangkat beberapa kaum dengan Al Quran ini dan menghinakan yang lain dengannya.” (HR. Muslim 817)

6. Penghafal Al Quran lebih diutamakan untuk menjadi imam
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله

“Hendaknya yang mengimami sebuah kaum adalah yang paling aqra’ terhadap kitabullah.” (HR. Abu Daud 582)

 

Urgensi menghafal Al Quran
Selain keutamaan-keutamaan di atas, ada beberapa hal juga yang menjadi pendorong untuk kita semua agar menghafalkan Al Quran:

1. Meneladani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
Panutan kita, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menghafalkan Al Quran, dan setiap bulan Ramadhan Jibril datang kepada beliau untuk mengecek hafalan beliau. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Quran. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)

2. Membaca Al Quran adalah ibadah yang agung
Membaca Al Quran adalah ibadah, setiap satu huruf diganjar satu pahala.

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“barangsiapa yang membaca 1 huruf dari Al Quran, maka baginya 1 kebaikan. dan 1 kebaikan dilipat-gandakan 10x lipat. aku tidak mengatakan alif lam miim itu satu huruf, tapi alim satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf” (HR. At Tirmidzi 2910, ia berkata: “hasan shahih gharib dari jalan ini”)

Dan banyak lagi keutamaan dari membaca Al Quran. Maka seorang Muslim yang hafal Al Quran dapat dengan mudahnya membaca kapan saja dimana saja, langsung dari hafalannya tanpa harus membacanya dari mushaf. Dan ini merupakan ibadah yang agung. Ibnu Mas’ud berkata:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ كَانَ يُحِبُّ الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ

“Barangsiapa yang ingin mengetahui bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah, jika ia mencintai Al Quran maka ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid berkata: “semua rijalnya shahih”).

3. Modal utama dalam mempelajari agama
Al Quran adalah sumber hukum dalam Islam. Dengan menghafalkan Al Quran, seseorang lebih mudah dalam mempelajari ilmu agama. Ia mempelajari suatu permasalahan ia dapat mengeluarkan ayat-ayat yang menjadi dalil terhadap masalah tersebut langsung dari hafalannya. Yang kemudian ia perjelas lagi dengan penjelasan para ulama mengenai ayat tersebut. Ibnu ‘Abdl Barr mengatakan:

طلب العلم درجات ورتب لا ينبغي تعديها، ومن تعداها جملة فقد تعدى سبيل السلف رحمهم الله، فأول العلم حفظ كتاب الله عز وجل وتفهمه

“Menuntut ilmu itu ada tahapan dan tingkatan yang harus dilalui, barangsiapa yang melaluinya maka ia telah menempuh jalan salaf rahimahumullah. Dan ilmu yang paling pertama adalah menghafal kitabullah ‘azza wa jalla dan memahaminya”. (dinukil dari Limaadza Nahfadzul Quran, Syaikh Shalih Al Munajjid).

4. Modal utama dalam berdakwah
Kata para ulama, hidayah ada 2 macam: hidayah taufiq yang ada di tangan Allah dan hidayah al irsyad wal bayan yaitu dakwah yang menjadi tugas para Nabi dan Rasul dan juga kita. Dan Al Quran adalah sumber dari hidayah ini, Allah Ta’ala berfirman:

(إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ) (الإسراء: من الآية9)

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan hidayah kepada (jalan) yang lebih lurus.” (TQS. Al Isra: 9)

5. Menjaga Kemurnian Al Quran
Salah satu keistimewaan Al Quran adalah keotentikannya terjaga, tidak sebagaimana kitab-kitab samawi yang lain. Dan salah satu sebab terjaganya hal tersebut adalah banyak kaum Muslimin yang menghafalkan Al Quran di dalam dada-dada mereka. Sehingga tidak mudah bagi para penyeru kesesatan dan musuh-musuh Islam untuk menyelipkan pemikiran mereka lewat Al Quran atau mengubahnya untuk menyesatkan umat Islam.

6. Tadabbur dan Tafakkur
Dengan menghafal Al Quran, seseorang bisa lebih mudah dan lebih sering ber-tadabbur dan ber-tafakkur. Yaitu merenungkan isi Al Quran untuk mengoreksi keadaan dirinya apakah sudah sesuai dengannya ataukan belum dan juga memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah. Allah Ta’ala berfirman

(أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا) (محمد:24)

“Maka apakah mereka tidak men-tadabburi Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (TQS. Muhammad: 24).

7. Mengobati
Al Quran adalah obat bagi penyakit hati dan penyakit jasmani. Allah Ta’ala berfirman

(وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ) (الإسراء: من الآية82)

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar” (TQS. Al Isra: 82).

 

Demikianlah penjelasan tentang hukum, keutamaan, serta urgensi dari menghafal Al Quran. Semoga Alloh swt. memberi kita kekuatan dan keistiqomahan dalam menghafal Al Quran sehingga tercatat sebagai Ahlul Quran, insya Alloh.

Nama Para Ulama Qira’at Beserta Perawi dan Sanad Mereka

Nama Para Ulama Qira’at Beserta Perawi dan Sanad Mereka

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sahabat Quran yang mudah-mudahan dirohmati Alloh swt. Ada tujuh plus tiga ulama yang dijadikan rujukan qira’at Al Quran. Seperti apakah sekelumit sejarah mereka, para perawi dan sanadnya, serta perbedaan singkat diantaranya? Berikut penjelasannya:

 

Ada tujuh orang imam yang terkenal sebagai ahli qira’at di seluruh dunia yang sering disebut juga dengan “Qurra’ as-Sab’ah” mereka adalah ulama-ulama yang terkenal hafalan, ketelitian dan cukup lama menekuni dunia qira’at serta telah disepakati untuk diambil dan dikembangkan qira’atnya. Para ulama juga memilih tiga orang selainnya yang qira’atnya dipandang shahih dan mutawattir, sehingga jumlahnya menjadi 10 orang imam qira’at atau lebih dikenal dengan istilah “al-Qurra’ al-asyrah” . Qira’at di luar yang sepuluh ini dipandang syadz.

Pengertian Rawi adalah orang yang meriwayatkan atau memberitakan, sementara pengertian sanad adalah mata rantai persambungan periwayat.

Dari kesepuluh Imam, yang paling banyak dianut oleh qari’ Indonesia adalah Imam Ashim (no.5 ), bacaan beliau diriwayatkan oleh Imam Hafs dan diajarkan kepada murid-muridnya sehingga riwayat ini sampai kepada Imam Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Jazari yang selama ini kita kenal sebagai pengarang kitab tajwid “Jazariyah” yang sudah banyak dipelajari di kalangan santri.

(Baca: Hafal Al Quran 30 Juz Dalam 40 Hari? Insya Alloh Bisa! Mau Tahu Caranya?)

1. Daftar Imam Qira’at As-Sab’ah
Abu ‘Amr bin ‘Ala’. Beliau adalah seorang guru besar para perawi. Nama lengkapnya adalah Zabban bin ‘Ala’ bin Ammar al Mazini al-Basri. Beliau adalah qari’ dari Bashrah (Irak, red.) lahir pada 67 H. dan wafat di Kufah pada 154 H. Dua orang perawinya adalah ad-Dauri dan as-Susi. Ad-Dauri adalah Abu Umar Hafs bin Umar bin Abdul Aziz ad-Dauri an-Nahwi. Ad-Dauri nama tempat di Baghdad. beliau wafat pada 246 H. As-Susi adalah Abu Syu’aib Salih bin Ziyad bin Abdullah as-Susi. Beliau wafat pada 261 H.

Ibnu Katsir. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Katsir al-Makki. Beliau termasuk seorang Tabi’in, lahir pada 45 H. dan wafat di Makkah pada 120 H. Dua orang perawinya adalah al-Bazzi dan Qunbul. Al-Bazi adalah Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Abu Bazah, muadzdzin di Makkah, beliau diberi kunyah (gelar) Abu Hasan, dan wafat pada 250 H. Sementara Qunbul adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Khalid bin Sa’id al-Makki al-Makhzumi. Beliau diberi kunyah Abu ‘Amr dan diberi julukan (panggilan) Qunbul. Dikatakan bahwa ahlul bait di Makkah ada yang dikenal dengan nama Qanabilah. Beliau wafat di makkah pada 291 H.

Nafi al-Madani. Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laisi, berasal dari Isfahan dan wafat di Madinah pada 169 H. Dua orang perawinya adalah Qalun dan Warasy. Qalun adlah isa bin Munya al-Madani. Beliau adalah seorang guru bahasa Arab yang mempunyai kunyah Abu Musa dan julukan qalun. Diriwayatkan bahwa Nafi’ memberinya nama panggilan Qalun karena keindahan suaranya, sebab kata Qalun dalam bahasa Romawi berarti baik. Beliau wafat di madinah pada 220H. Sedang Warasy adalah Usman bin Sa’id al-Misri. Beliau diberi kunyah Abu Sa’id dan diberi julukan Warasy karena teramat putihnya. Beliau wafat di mesir pada 198 H.

Ibn Amir asy-Syami. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir al-Yahsubi, seorang kadi (hakim) di Damaskus pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik. nama panggilannya adalah Abu Imran, beliau termasuk seorang tabi’in, lahir pada 21 H. dan wafat di Damaskus pada 118 H. Dua orang perawinya adalah Hisyam dan Ibn Zakwan. Hisyam adalah Hisyam bin ‘Imar bin Nusair, qadhi di Damaskus. Beliau diberi kunyah Abdul Walid, wafat pada 245 H. Sedang Ibn Zakwan adalah Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Zakwan al-Qurrasyi ad-Daimasqi. beliau diberi kunyah Abu Amr. Dilahirkan pada 173 H, dan wafat pada 242 H. di Damaskus.(Suriah).

Ashim al-Kufi. Beliau adalah Ashim bin Abun Najud dan dinamakan pula Ibn Bahdalah, Abu Bakar. Beliau termasuk seorang tabi’in, wafat pada 128 H di Kufah. Dua orang perawinya adalah Syu’bah dan Hafs. Syu’bah adalah abu Bakar Syu’bah bin Abbas bin Salim al-Kuffi, wafat pada 193 H. Sedang Hafs adalah Hafs bin Sulaiman bin Mughirah al-Bazzar al-Kuffi. Nama panggilannya adalah Abu Amir. Beliau adalah orang yang terpercaya. Menurut Ibn Mu’in, beliau lebih pandai qira’atnya dari pada Abu Bakar, wafat pada 180 H.

Hamzah al-Kufi. Beliau adalah Hamzah bin Habib bin Imarah az-Zayyat al-Fafdi at-Taimi. Beliau diberi kunyah Abu Imarah, lahir pada 80 H, dan wafat pada 156 H. di Halwan pada masa pemerintahan Abu Ja’far al-Mansur. Dua orang perawinya adalah Khalaf dan Khalad. Khalaf adalah Halaf bin Hisyam al-Bazzaz. Beliau diberi kunyah Abu Muhammad, dan wafat di Baghdad pada 229 H. Sedang Khalad adalah Khalad bin Khalid, dan dikatakan pula Ibn Khalid as-Sairafi al-Kufi. Beliau diberi kunyah Abu Isa, wafat pada 220 H.

al-Kisa’i al-Kufi. Beliau adalah Ali bin hamzah, seorang imam ilmu Nahwu di Kufah. Beliau diberi kunyah Abdul Hasan, dinamakan dengan al-Kisa’i di saat ikhram. Beliau wafat di Barnabawaih, sebuah perkampungan di Ray, dalam perjalanan menuju Khurasan bersama ar-Raasyid pad 189 H. Dua orang perawinya adalah Abdul haris dan Hafs ad-Dauri. Abdul haris adalah al-Lais bin Khalid al-Baghdadi, wafat pada 240 H. Sedang Hafs al-Dauri adalah juga perawi Abu Amr ang telah disebutkan di atas.

2. Daftar 3 Imam Qira’at Penggenap 10 Imam Al-Asyrah
Abu Ja’far al-Madani. Belau adalah Yazid bin Qo’qi, wafat di Madinah pada 128 H dan dikatakan pula132 H. Dua orang perawinya adalah Ibn Wardan dan Ibn Jimas. Ibn Wardan adalah Abu Haris isa bin Wardan al-Madani, wafat di Madinah pad awal 160 H. Sedang Ibn Jimaz adalah Abu Rabi’ Sulaiman bin Muslim bin Jimaz al-Madani dan wafat pada akhir 170 H.

Ya’kub al-Basri. Beliau adalah Abu Muhammad Ya’kub bin Ishaq bin Zaid al-Hadrami, wafat di Basrah pada 205 H. tetapi dikatakan pula pada 185 H. Dua orang perawinya adalah Ruwais dan Rauh. Ruwais adalah Abu Abdullah Muhammad bin Mutawakkil al-Lu’lu’i al-Basri. Ruwais adalah julukannya, wafat di Basrah pada 238 H. Sedang Rauh adalah Abu Hasan Rauh bin Abdul Mu’in al-Basri an-Nahwi. Beliau wafat 234 H.atau 235 H.

Khalaf. Beliau adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Sa’lab al-Bazar al-Baghdadi. Beliau wafat pada 229 H, tetapi dikatakan pula bahwa kewafatannya tidak diketahui. Dua orang perawinya adalah Iskhaq dan Idris. Iskaq adalah Abu Ya’kub Ishaq bin Ibrahim bin Utsman al-Warraq al-Marwazi kemudian al-Baghdadi . Beliau wafat pada 286 H. Sedang Idris adalah Abul Hasan Idris bin Abdul Karim al-Baghdadi al-Haddad. Beliau wafat pada hari Idul Adha 292 H.

(Baca Juga: Hafal Al Quran 30 Juz Dalam 40 Hari? Insya Alloh Bisa! Mau Tahu Caranya?)

3. Siapakah Yang Memilih dan Menyeleksi Para Imam Qira’at ?
Pemilihan imam qira’at yang tujuh itu dilakukan oleh ulama terkemuka pada abad ke-3 Hijriyah . Bila tidak demikian, maka sebenarnya para imam yang dapat dipertanggungjawabkan ilmunya itu cukup banyak jumlahnya. Pada permulaan abad ke-2 umat Islam di Basrah memilih imam qira’at Imam Ibn Amr dan Ya’qub, di Kufah orang-orang memilih qira’at Ibn Amir, di Makkah mereka memilih qira’at Ibn Katsir, dan di Madinah mereka memilih qira’at Nafi’. Mereka itulah tujuh orang qari’.
Tetapi pada permulaan abad ke-3, Abu Bakar bin Mujahid, guru qira’at penduduk Iraq, dan salah seorang yang menguasai qira’at, yang wafat pada 334 H. menetapkan nama al-Kisa’i dan membuang nama Ya’kub dari tujuh kelompok qari tersebut.

4. Letak Perbedaan Qira’at Para Imam
Letak perbedaan qira’ah para imam, secara umum terletak pada delapan hal, yaitu: Lajnah (dialek), Tafkhim (penyahduan bacaan), Tarqiq (pelembutan), Imla (pengejaan), Madd (panjang nada), Qasr (pendek nada), Tasydid (penebalan nada), dan Takhfif (penipisan nada).

Contoh perbedaan qira’at yang paling sering kita jumpai adalah pengejaan. Pada beberapa lafal Alquran, sebagian orang Arab mengucapkan vocal ‘e’ sebagai ganti dari ‘a’. Misalnya, ucapan ‘wadh-dhuhee wallaili idza sajee. Maa wadda’aka rabuka wa maa qolee’. Kendati masing-masing imam punya beberapa lafal bacaan yang berbeda, dalam mushaf yang kita pakai sehari-hari tidak terdapat tanda perbedaan bacaan itu. Perbedaan lafal bacaan ini hanya bisa kita temui dalam kitab-kitab tafsir yang klasik. Biasanya, dalam kitab-kitab klasik tersebut, akan ditemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca masing-masing lafal itu.

Menurut berbagai literatur sejarah, perbedaan dalam melafalkan ayat-ayat Alquran ini mulai terjadi pada masa Khalifah Utsman bin Affan ra. Ketika itu, Utsman mengirimkan mushaf ke pelosok negeri yang dikuasai Islam dengan menyertakan orang yang sesuai qira’atnya dengan mushaf-mushaf tersebut. Qira’at ini berbeda satu dengan lainnya karena mereka mengambilnya dari sahabat yang berbeda pula. Perbedaan ini berlanjut pada tingkat tabi’in di setiap daerah penyebaran. Demikian seterusnya sampai munculnya imam qurra’.

 

Demikianlah penjelasan tentang nama para ulama qira’at beserta perawi dan sanad mereka. Semoga artikel ringan ini bisa menginspirasi Anda untuk mulai menghafal Al Quran dari sekarang sehingga tercatat sebagai Ahlul Quran, insya Alloh.

Hubungan Antara Ilmu Tahsin/Tajwid Serta Ilmu Qira’at

Hubungan Antara Ilmu Tahsin/Tajwid Serta Ilmu Qira’at

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sahabat Quran yang mudah-mudahan dirohmati Alloh swt.
Membaca Al Quran tentunya tidak terlepas dari penguasaan hukum-hukum bacaan (tahsin/tajwid) dan cara membacanya (qira’at) itu sendiri. Lantas, apakah ada hubungan antara kedua ilmu tersebut? Berikut penjelasannya:

 

(Baca: Hafal Al Quran 30 Juz Dalam 40 Hari? Insya Alloh Bisa! Mau Tahu Caranya?)

 

Ilmu Tajwid tidak bisa dilepaskan keberadaannya dari ilmu Qira’at. Keberagaman cara membaca lafazh-lafazh Al Quran merupakan dasar bagi kaidah-kaidah dalam Ilmu Tajwid. Ilmu Qira’at adalah ilmu yang membahas bermacam-macam bacaan (Qira’at) yang diterima dari Nabi saw. dan menjelaskan sanad serta penerimaannya dari Nabi saw. Dalam ilmu ini, diungkapkan Qira’at yang shahih serta tidak shahih seraya menisbatkan setiap wajah bacaannya kepada seorang imam Qira’at. (Lihat: Ensiklopedi Islam Jilid IV:142)

Asal mula terjadinya perbedaan ini adalah karena bangsa Arab dahulu memiliki berbagai dialek bahasa (lahjah) yang berbeda antara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Dan al Quran yang diturunkan Allah swt kepada Rasulnya saw. menjadi semakin sempurna kemukjizatannya karena ia mampu menampung berbagai macam dialek tersebut sehingga tiap kabilah dapat membaca, menghafal, dan memahami wahyu Allah. (Lihat: Kaidah Qira’at Tujuh : 1)

Qira’at yang bermacam-macam ini telah mantap pada masa Rasulullah saw. dan beliau saw. mengajarkannya kepada para shahabat ra sebagaimana beliau menerimanya dari Jibril as. Kemudian pada masa shahabat muncul para ahli Qira’at Al Quran yang menjadi panutan masyarakat. Yang termahsyur diantara mereka antara lain Ubay bin Ka’b, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit dan Abu Musa Al Asy’ari. Mereka lah yang menjadi sumber bacaan bagi sebagian besar shahabat dan tabi’in.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, perbedaan Qira’at ini menghadapi masalah yang serius karena munculnya banyak versi bacaan yang semuanya mengaku bersumber dari Nabi saw. Untuk itu dilakukanlah penelitian dan pengujian oleh para pakar qira’at dengan menggunakan kaidah dan kriteria dari segi sanad, rasm ‘utsmani, dan tata bahasa arab.

Setelah melalui upaya yang keras serta penelitian dan pengujian yang mendalam terhadap berbagai qira’at Al Quran yang banyak beredar tersebut, ternyata yang memenuhi syarat mutawatir, menurut kesepakatan para ulama ada tujuh Qira’at. Tujuh qira’at ini selanjutnya dikenal dengan sebutan qira’ah sab’ah (bacaan yang tujuh). (Lihat: Kaidah Qira’at Tujuh : 5)

Qira’at sab’ah ini masing masih dibawa dan dipopulerkan oleh seorang imam qira’at, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh orang imam Qira’at. Sebagai penghargaan dan agar mudah diingat, nama-nama mereka selanjutnya diabadikan pada qiraahnya masing-masing (contohnya: Qira’at ‘ashim, Qira’at Nafi’dst.). Patut dipahami, hal ini bukan berarti bahwa merekalah yang menciptakan Qira’at sendiri, namun Qira’at yang mereka anut dan gunakan tetap bersumber dari Rasulullah saw. yang diperolehnya secara sambung-menyambung dari generasi-generasi sebelumya.

 

(Baca Juga: Hafal Al Quran 30 Juz Dalam 40 Hari? Insya Alloh Bisa! Mau Tahu Caranya?)

 

Berikut nama Imam Qira’at sab’ah dan para perawi yang mahsyur meriwayatkan Qira’at darinya: (Lihat: Kaidah Qira’at Tujuh 6-10)

‘Abdullah bin Amir Al Yahsabi (Imam Ibnu ‘Amir)
Beliau mengambil Qira’at dari ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu dan ‘Utsman mengambilnya dari Rasulullah saw. Para perawinya antara lain : Hisyam bin ‘Ammar Ad Dimasyqi (Hisyam) serta Abu ‘Amir “abdullah bin Ahmad Bin Basyir bin Zakwan Ad Dimasyqi (Ibnu Zakwan)

Abu Ma’bad ‘Abdullah bin Katsir Al Makki (Imam Ibnu Katsir)
Beliau mengambil Qira’at dari Ubay bin Ka’b dan ‘Umar bin Khattab radliyallaahu ‘anhuma dari Rasulullah saw. melalui ‘Abdullah bin Sa’id Al Makhzumi. Para perawinya yang terkenal antara lain Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Abu Bazzah (Al Bazzi) serta muhammad bin ‘Abdurrahman bin Muhammad Al Makhzumi (Qunbul)

Abu Bakr ‘Ashim bin Abin Nujud Al Asadi (Imam ‘Ashim)
Beliau mengambil Qira’at dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Ubay bin Ka’b, dan Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhum dari Rasulullah saw. melalui Abu Abdurrahman bin Hubaib As Sulami. Para perawinya yang terkenal antara lain Abu Bakr Syu’bah bin ‘Ayyasy bin Salim Al Asadi (Syu’bah) dan Abu ‘Amr Hafs bin Sulaiman bin Al Mughirah (Hafs).

Zabban bin al ‘Ala bin ‘ammar (Imam Abu Amr)
Beliau mengambil Qira’at dari ‘Umar bin Khattab dan ‘Ubay bin Ka’b radliyallaahu ‘anhuma melalui Abu Ja’far Yazid bin Al Qa’qa dan Hasan Al Bashri. Hasan Al Bashri mengambil Qira’at dari Haththan dan Abul ‘Aliyyah, Abul ‘Aliyyah dari Umar bin Khattab dan ‘Ubay bin Ka’b radliyallaahu ‘anhuma dari Rasulullah saw. Para perawinya yang terkenal antara Abu ‘Umar Hafs bin ‘Umar (Ad Duri) dan Abu Syu’aib shalih bin Zaiyad As Susi (As Susi)

Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim Al Laitsi (Imam Nafi’)
Beliau mengambil Qira’at dari banyak guru, diantaranya ‘Abdurrahman bin Hurmuz yang mengambil qirat dari ‘Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhuma yang mengambil qiraah dari Ubay bin Ka’b radliyallaahu’anhu. ‘Ubay bin Ka’b radliyallaahu ‘anhu dari Rasulullah saw. Para perawinya yang terkenal antara lain Abu Musa ‘Isa bin Mina (Qalun) dan “utsman bin Sa’id Al Mishri (Warsy)

Hamzah bin Hubaib Az Zayat (Imam Hamzah)
Beliau mengambil Qira’at dari ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu melalui Abu Muhammad bin Sulaiman bin Mahran Al ‘Amasyi yangmengambil Qira’at dari Abu Muhammad Yahya Al Asdi dari Alqamah bin Qais. Alqamah bin Qais talaqqi dari Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu dari Rasulullah saw. Para perawinya yang terkenal antara Abu Muhammad Khalaf bin Hisayam Al Bazzaz (Khalaf) dan Abi ‘Isa Khallad bin Khalid As Sairafi (Khallad)

Abul Hasan ‘Ali bin Hamzah Al Kisa’i (Imam Al Kisa-i)
Beliau mengambil Qira’at dari Imam Hamzah dan juga talaqqi kepada Muhammad bin Abu Laili dan ‘Isa bin ‘Umar. Sementara ‘Isa Bin ‘Umar mengambil Qira’at dari Imam ‘Ashim. Para perawi Imam Al Kisa-i yang terkenal antara lain Al Lais bin Khalid Al Baghdadi (abu Harits) serta Abu ‘Umar Hafsh bin ‘Umar (ad Duri al Kisa-i)

Qira’at Al Quran yang dibawa oleh ketujuh imam Qira’at diatas bukanlah hasil ijtihad, melainkan perkara saklek yang berpegang kepada riwayat-riwayat mutawaatir (Lihat: Kaidah Qira’at Tujuh: 14). Qira’at yang banyak dipelajari dan dipakai oleh kaum Muslimin di Indonesia adalah qira’at ‘Ashim riwayat Hafsh thariqah Syatibiyyah. Riwayat Hafs memiliki 2 thariqah yaitu thariqah Syatibiyah dan thariqah Thayyibatun Nasyr.

Wallahu a’lam bishshowab.

Rujukan :
Ensiklopedi Islam
Diambil dari Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, Ustadz Acep Iim A.
Kaidah Qira’at Tujuh
Metode Asy Syafi’i, Abu Ya’la Kurnaedi Lc., dan Nizar Sa’ad Jabal Lc., M.Pd.